EUR mengalami tekanan akibat gejolak politik di Prancis
Masa depan mata uang Eropa terlihat suram. Euro terus melemah akibat ketidakpastian politik di Uni Eropa. Tekanan terhadap euro meningkat setelah mosi tidak percaya diumumkan terhadap pemerintah Prancis. Gejolak politik di Prancis ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan investor.
Para pelaku pasar bersiap menghadapi periode panjang sengketa politik di Prancis, yang menurut para ahli akan berdampak negatif pada prospek euro, setidaknya dalam jangka pendek.
Baru-baru ini, perdebatan sengit mengenai anggaran Prancis untuk tahun depan mendorong pemimpin sayap kanan Marine Le Pen dan koalisi kiri-tengah untuk mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Michel Barnier.
Skylar Montgomery Koning, ahli strategi mata uang di Barclays Plc., menyatakan bahwa “zona euro telah memasuki periode panjang ketidakstabilan politik di Prancis.” Pakar tersebut menambahkan bahwa situasi ini dapat berlangsung lama, yang digambarkannya sebagai “hambatan untuk euro.”
Hasil dari pemungutan suara ini tidak mengejutkan pasar. Namun, eskalasi lebih lanjut “akan membawa Prancis ke wilayah yang belum dipetakan” dan menghambat upaya untuk mengendalikan defisit anggaran, para analis memperingatkan. Perkiraan awal menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2024, defisit anggaran Prancis bisa melebihi 6% dari PDB—dua kali lipat dari batas yang ditetapkan oleh UE. Dalam skenario seperti ini, tekanan terhadap euro akan meningkat. Perkembangan ini sangat tidak diinginkan, mengingat pasar sudah memperhitungkan kebijakan moneter yang lebih longgar dari ECB untuk mendukung ekonomi UE.
Sean Osborne, kepala ahli strategi forex di Scotiabank, menyatakan bahwa pemerintah Prancis saat ini “harus membuat konsesi lebih lanjut untuk meloloskan anggaran, yang akan melemahkan kebijakan fiskal secara keseluruhan.” Banyak ahli menyerukan penyelesaian cepat terhadap konflik kepentingan ini. “Jika situasi saat ini memburuk, euro akan terus berada di bawah tekanan, mengingat tenggat waktu persetujuan anggaran yang semakin dekat,” tambah Osborne.
Rancangan undang-undang yang awalnya diajukan oleh pemerintahan Michel Barnier mencakup kenaikan pajak dan pemotongan pengeluaran senilai €60 miliar ($63 miliar) yang bertujuan untuk mengurangi defisit menjadi 5% dari PDB pada tahun 2025.